Kenangan Masa Sma Slideshow: Vaccum’s trip from Surakarta (near Solo, Jawa, Indonesia) to 2 cities Yogyakarta and Semarang was created by TripAdvisor. See another Indonesia slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Sabtu, 29 Juni 2013

bakteri pada susu UHT

Susu adalah bahan pangan yang berasal dari sekresi kelenjar susu pada hewan mamalia (sapi, kambing, kerbau, dan kuda) serta mengandung protein, lemak, laktosa, mineral, dan vitamin (Lampert 1980).
Susu merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan dapat menjadi sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan kesehatan manusia. Karena itu, susu akan mudah tercemar mikroorganisme bila penanganannya tidak memperhatikan aspek kebersihan (Balia et al. 2008).
Pada umumnya, bakteri merupakan penyebab utama penyakit yang ditularkan dari ternak ke manusia melalui pangan. Bakteri yang menyerang ternak saat di kandang dapat menular ke manusia karena pemeliharaan dan proses pemerahan yang tidak higienis. Pemerahan susu yang tidak sesuai anjuran dapat menyebabkan susu tercemar mikroorganisme dari lingkungan sekitar sehingga kualitas susu menurun.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu :
1.      Faktor intrinsik :

a.         pH
pH yang berbeda disebabkan oleh karena proses meatabolisme yang terjadi dalam sel, misalnya akumulasi produk metabolisme yang terjadi di dalam sel, misanya produk metabolisme yang asam atau basa sesuai kebutuhan pertumbuhannya.
b.         moisture content (kelembaban)
kandungan air dalamsuatu bahan
c.         potensial oksidasi-reduksi
mikroba memiliki derajat sensitifitas tertentu terhadap potensial oksidasi-reduksi dari medium pertumbuhannya. Potensial O/R suat substrat adalah nilai kemudahan substrat dalam mengeluarkan atau memperoleh elektron.
d.        kandungan nutrisi
terdiri dari air, kandungan nutrisi, sumber nitrogen, mineral, vitamin dan vaktor pertumbuhan lain.

e.         kandungan antimikroba
obat dan bahan obat, dan makanan. Stabilitas makanan yang tahan terhadap pertumbuhan mikroba salah satunya adalah apabila di dalam makanan tersebut mengandung senyawa-senyawa yang bersifat antimikroba. Misalnya kandungan asam benzoat dalam buah cranberries, atau eogenol dalam cengkeh, lactenin dalam susu segar, dan lain-lain.
2.      Faktor ekstrinsik :
a.       Temperatur dan kelembaban relatif lingkungan
Ada hubungan antara temperature dan kelembaban relatif untuk menjaga agar suatu produk makanan tik ditumbuhi mikroba, kelembaban relatif harus berlawanan dengan temperatur. Jadi bila temperature rendah maka kelembaban harus tinggi mislnya pada almari es, atau sebaliknya.
b.      Konsentrasi gas di lingkungan
gas CO2 dapat memengaruhi keberadaan mikroba. Konsentrasi gas CO2 lebih 10% dapat digunakan untuk menghalangi kerusakan oleh mikroba. Misalnya penggunaan dry ice (CO2 padat) atau gas ozon.
Bakteri pencemar dalam susu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Akan menguraikan protein menjadi asam amino dan merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan berlendir. Beberapa Bacillus sp. yang mencemari susu antara lain adalah B. cereus, B. subtilis,dan B.licheniformis. Beberapa kerusakan pada susu yang disebabkan oleh cemaran mikroorganisme antara lain:
1.      Pengasaman dan penggumpalan, yang disebabkan oleh fermentasi laktosa menjadi asam laktat sehingga pH susu menurun dan kasein menggumpal.
2.      Susu berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis bakteri.
3.      Penggumpalan susu tanpa penurunan pH yang disebabkan oleh bakteri B. cereus.



Salmonella sp. merupakan bakteri berbahaya yang dapat mencemari susu. Bakteri tersebut dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan atau manusia bersama dengan feses. Oleh karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentan terkontaminasi Salmonella sp. Strain Salmonella enteritidis sering mengontaminasi susu, di samping Salmonella typhimurium. Beberapa peneliti telah melaporkan kontaminasi Salmonella sp. pada susu (Sarati 1999).
Patogenesis Salmonella sp. saat ini belum diketahui dengan pasti, namun dalam menimbulkan infeksi bersifat invasif dengan cara menembus sel-sel epitel usus dan merangsang terbentuknya sel-sel radang. Salmonella sp. juga berpotensi menghasilkan toksin yang bersifat tidak tahan panas.
Pada kasus keracunan setelah minum susu, S. aureus sering dilaporkan sebagai penyebabnya. Hal yang penting dari S. aureus adalah menghasilkan toksin yang bersifat tahan panas. S.aureus menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan mual, muntah, dan diare dan kasus tersebut disebut intoksikasi. Kasus intoksikasi terjadi karena mengonsumsi makanan atau minuman yang mengandung toksin.
Kelompok bakteri berspora yang berpotensi mencemari susu salah satunya adalah B. cereus. Spora yang dihasilkan B. cereus tahan terhadap pasteurisasi. B.cereus menghasilkan dua macam toksin, yaitu emetik dan diare. Toksin emetik bekerja dengan cara menstimulasi sel syaraf vagus aferen melalui ikatan dengan reseptor 5-HT3 (Agata et al. 1995). Toksin emetik merupakan lipida dan bersifat hidrofobik sehingga tahan terhadap pengaruh enzim tripsin dan pepsin. Pada PH 2-11, toksin tersebut masih stabil, serta tahan pada suhu 121°C selama 90 menit. Toksin emetik terbentuk  pada saat  B.cereus mengalami germinasi (Agata et al.1995). Toksin emetik juga disebut dengan cereulide, terdiri atas struktur cincin dari tiga ulangan empat asam amino atau disebut dengan asamoksi. Struktur cincin ini memiliki bobot molekul 1,2 kDa dan berhubungan dengan potassium  ionophore valinomycin (Shinagawa et al. 1991).




Langkah Pengendalian
a.       Pasteurisasi
Adala pengolahan susu yang telah mengalami pemanasan di bawah suhu 100°C. Standart pasteurisasi menggunakan suhu 62°C selama 30 menit atau 71°C selama 15 detik. Pasteurisasi merupakan salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk mematikan bakteri patogen. Namun, melalui pasteurisasi bakteri yang berspora masih tahan hidup sehingga susu pasteurisasi hanya memiliki masa kedaluwarsa sekitar satu minggu. Pasteurisasi tidak mengubah komposisi susu sehingga komposisinya masih setara susu segar (Jay1996).
b.      Ultra high temperature(UHT)
Susu UHT adalah susu yang diolah dengan cara pemanasan melebihi proses pasteurisasi, umumnya mengacu pada kombinasi waktu dan suhu tertentu dalam rangka memperoleh produk komersil yang steril. Sterilisasi dilakukan pada pemanasan dengan temperatur 137-140°C selama 2-5 detik.
Susu yang melalui proses UHT akan memiliki masa kedaluwarsa lebih panjang dibandingkan dengan susu pasteurisasi. Susu dengan proses UHT akan steril karena bakteri pembusuk, patogen, dan berspora akan mati sehingga susu aman dikonsumsi. Kasus keracunan setelah minum susu yang disebabkan oleh S.aureus terjadi karena kontaminasi selama penyimpanan maupun proses produksi.
c.       Penggunaan Bakteriosin
Penggunaan Bakteriosin merupakan anti mikroba yang digunakan untuk menonaktifkan mikroba. Pengendalian bakteri patogen dapat dilakukan dengan kombinasi antara bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam laktat dan suhu tinggi. Cara ini sudah diterapkan pada industri keju diSpanyol (Arques et al.2005). Nisin dan bakteriosin merupakan Koloni S. aureus pada media BAP umur 24 jam (David 1999). Antimikroba yang dihasilkan oleh Lacto coccus lactis sub sp. Lactis yang dapat menekan  B. cereus dalam susu. Nisin merupakan antimikroba alami yang sudah lama digunakan untuk mengendalikan pembusuk dalam proses pasteurisasi susu sehingga sel vegetatif dan spora B. cereus tidak aktif (Wandling et al.1999).



Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar Nomor 01-3141-1998, syarat susu segar antara lain adalah:
1.      Tanda-tanda organoleptik tidak berubah atau tidak menyingkir, berwarna putih kekuningan, bau dan rasa khas susu sertakonsistensi normal
2.      Kandungan protein minimal 2,70% dan lemak minimal 3%, dan
3.      Cemaran mikroba maksimum 1 juta cfu/ml.
Pemeriksaan Bakteriologis
1.      Total Plate Count(TPC)
SNI 01-6366-2000 mensyaratkan peme-riksaan TPC perlu dilakukan untuk me-ngetahui kualitas susu. Jumlah TPC >106 cfu/ml menyebabkan mikroba cepat berkembang dan toksin sudah terbentuk.
Susu akan cepat rusak apabila disimpan pada suhu ruang lebih dari 5 jam, jarak antara peternak dan tempat pengumpul susu jauh tanpa dilengkapi dengan sarana pendingin (Jayarao et al.2006). Sebagian industri pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC >106 cfu/ml. Pemeriksaan TPC dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan (AOAC 1996).
2.      Coliform
Coliform merupakan parameter sanitasi susu dan produk lainnya. Coliform termasuk bakteri yang dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan dan manusia. Pemeriksaan koliform dapat menggunakan metode Most Probe Number (MPN) dan hitungan koloni dalam cawan.
3.      Isolasi dan Identifikasi
Isolasi dan identifikasi merupakan metode konvensional dalam pemeriksaan bakteri yang didasarkan pada reaksi biokimia. Oleh karena itu, dalam isolasi dan iden-tifikasi bakteri diperlukan media yang selektif. Setelah dilakukan pewarnaan Gram dilanjutkan dengan uji biokimia pada berbagai media seperti gula. Bakteri yang sudah diisolasi dan diidentifikasi selan-jutnya diuji secara serologis untuk menentukan serotipenya. Isolasi dan identifikasi untuk berbagai jenis bakteri dapat mengikuti metode Cowan (1984).
4.      Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction(PCR) merupakan uji mikrobiologis yang lebih sensitif dibandingkan dengan metode konvensional. Saat ini banyak pengem-bangan dari metode PCR, salah satunya adalah MultiplexPCR. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi S. Aureus dan membedakan jenis enterotoksin (Tamarapau et al.2001; Jorgensen et al.2005). Pengembangan PCR yang membe-rikan sensitivitas 93,30% dan mendeteksi S. Aureus 103 cfu/g adalah Real TimePCR (RTQ-PCR)(Alarcon et al. 2006). Teknik 3 Reaction multiplexPCR lebih akurat, cepat, dan spesifik karena metode tersebut menggunakan tiga primer sehingga dalam satu kali runningdapat mendeteksi tiga jenis bakteri patogen sekaligus (Oscar et al.2009).



KASUS

Kasus keracunan setelah minum susu di Indonesia sering dilaporkan, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Pada bulan September 2004 dan 293 siswa SD di Kecamatan Sindangkarta Kabupaten Bandung yang mengalami mual-mual setelah mengonsumsi susu dalam kemasan. Menurut Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM), kasus tersebut disebabkan oleh E. coli dan, S. aureus (Kompas, 4 September 2004).



DAFTAR PUSTAKA

·         Marlia, Singgih, Wibowo. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme.

·         Erni, Gustiani. 2009. Pengandalian Cemaran  Mikroba pada Bahan  Pangan Asal Ternak (Daging dan Susu) Mulai dari Peternakan sampai Dihidangkan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat

0 komentar:

Posting Komentar