Susu
adalah bahan pangan yang berasal dari sekresi kelenjar susu pada hewan mamalia
(sapi, kambing, kerbau, dan kuda) serta mengandung protein, lemak, laktosa, mineral,
dan vitamin (Lampert 1980).
Susu
merupakan media yang sangat baik bagi pertumbuhan bakteri dan dapat menjadi
sarana bagi penyebaran bakteri yang membahayakan kesehatan manusia. Karena itu,
susu akan mudah tercemar mikroorganisme bila penanganannya tidak memperhatikan
aspek kebersihan (Balia et al. 2008).
Pada
umumnya, bakteri merupakan penyebab utama penyakit yang ditularkan dari ternak
ke manusia melalui pangan. Bakteri yang menyerang ternak saat di kandang dapat
menular ke manusia karena pemeliharaan dan proses pemerahan yang tidak
higienis. Pemerahan susu yang tidak sesuai anjuran dapat menyebabkan susu tercemar
mikroorganisme dari lingkungan sekitar sehingga kualitas susu menurun.
Faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme yaitu :
1. Faktor
intrinsik :
a.
pH
pH yang berbeda
disebabkan oleh karena proses meatabolisme yang terjadi dalam sel, misalnya
akumulasi produk metabolisme yang terjadi di dalam sel, misanya produk
metabolisme yang asam atau basa sesuai kebutuhan pertumbuhannya.
b.
moisture content (kelembaban)
kandungan air dalamsuatu bahan
c.
potensial oksidasi-reduksi
mikroba memiliki derajat sensitifitas tertentu
terhadap potensial oksidasi-reduksi dari medium pertumbuhannya. Potensial O/R
suat substrat adalah nilai kemudahan substrat dalam mengeluarkan atau
memperoleh elektron.
d.
kandungan nutrisi
terdiri dari air, kandungan nutrisi, sumber
nitrogen, mineral, vitamin dan vaktor pertumbuhan lain.
e.
kandungan antimikroba
obat dan bahan obat, dan makanan. Stabilitas makanan
yang tahan terhadap pertumbuhan mikroba salah satunya adalah apabila di dalam
makanan tersebut mengandung senyawa-senyawa yang bersifat antimikroba. Misalnya
kandungan asam benzoat dalam buah cranberries, atau eogenol dalam cengkeh,
lactenin dalam susu segar, dan lain-lain.
2. Faktor
ekstrinsik :
a. Temperatur
dan kelembaban relatif lingkungan
Ada hubungan antara
temperature dan kelembaban relatif untuk menjaga agar suatu produk makanan tik
ditumbuhi mikroba, kelembaban relatif harus berlawanan dengan temperatur. Jadi
bila temperature rendah maka kelembaban harus tinggi mislnya pada almari es,
atau sebaliknya.
b. Konsentrasi
gas di lingkungan
gas CO2 dapat
memengaruhi keberadaan mikroba. Konsentrasi gas CO2 lebih 10% dapat
digunakan untuk menghalangi kerusakan oleh mikroba. Misalnya penggunaan dry ice
(CO2 padat) atau gas ozon.
Bakteri
pencemar dalam susu dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu bakteri patogen
dan bakteri pembusuk. Bakteri pembusuk seperti Micrococcus sp., Pseudomonas sp., dan Bacillus sp. Akan menguraikan protein menjadi asam amino dan
merombak lemak dengan enzim lipase sehingga susu menjadi asam dan berlendir.
Beberapa Bacillus sp. yang mencemari
susu antara lain adalah B. cereus, B.
subtilis,dan B.licheniformis. Beberapa
kerusakan pada susu yang disebabkan oleh cemaran mikroorganisme antara lain:
1. Pengasaman
dan penggumpalan, yang disebabkan oleh fermentasi laktosa menjadi asam laktat
sehingga pH susu menurun dan kasein menggumpal.
2. Susu
berlendir seperti tali karena terjadinya pengentalan dan pembentukan lendir
akibat pengeluaran bahan seperti kapsul dan bergetah oleh beberapa jenis
bakteri.
3. Penggumpalan
susu tanpa penurunan pH yang disebabkan oleh bakteri B. cereus.
Salmonella sp.
merupakan bakteri berbahaya yang dapat mencemari susu. Bakteri tersebut
dikeluarkan dari saluran pencernaan hewan atau manusia bersama dengan feses.
Oleh karena itu, produk yang berasal dari peternakan rentan terkontaminasi Salmonella sp. Strain Salmonella enteritidis sering mengontaminasi
susu, di samping Salmonella typhimurium.
Beberapa peneliti telah melaporkan kontaminasi Salmonella sp. pada susu (Sarati 1999).
Patogenesis
Salmonella sp. saat ini belum
diketahui dengan pasti, namun dalam menimbulkan infeksi bersifat invasif dengan
cara menembus sel-sel epitel usus dan merangsang terbentuknya sel-sel radang. Salmonella sp. juga berpotensi menghasilkan
toksin yang bersifat tidak tahan panas.
Pada
kasus keracunan setelah minum susu, S.
aureus sering dilaporkan sebagai penyebabnya. Hal yang penting dari S. aureus adalah menghasilkan toksin yang
bersifat tahan panas. S.aureus menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan mual, muntah, dan diare dan kasus tersebut
disebut intoksikasi. Kasus intoksikasi terjadi karena mengonsumsi makanan atau
minuman yang mengandung toksin.
Kelompok
bakteri berspora yang berpotensi mencemari susu salah satunya adalah B. cereus. Spora yang dihasilkan B. cereus tahan terhadap pasteurisasi. B.cereus menghasilkan dua macam toksin, yaitu
emetik dan diare. Toksin emetik bekerja dengan cara menstimulasi sel syaraf vagus
aferen melalui ikatan dengan reseptor 5-HT3 (Agata et al. 1995). Toksin emetik
merupakan lipida dan bersifat hidrofobik sehingga tahan terhadap pengaruh enzim
tripsin dan pepsin. Pada PH 2-11, toksin tersebut masih stabil, serta tahan pada
suhu 121°C selama 90 menit. Toksin emetik terbentuk pada saat
B.cereus mengalami germinasi
(Agata et al.1995). Toksin emetik juga disebut dengan cereulide, terdiri atas
struktur cincin dari tiga ulangan empat asam amino atau disebut dengan asamoksi.
Struktur cincin ini memiliki bobot molekul 1,2 kDa dan berhubungan dengan
potassium ionophore valinomycin
(Shinagawa et al. 1991).
Langkah
Pengendalian
a. Pasteurisasi
Adala pengolahan susu yang telah mengalami pemanasan
di bawah suhu 100°C. Standart pasteurisasi menggunakan suhu 62°C selama 30
menit atau 71°C selama 15 detik. Pasteurisasi merupakan salah satu tindakan
yang dapat dilakukan untuk mematikan bakteri patogen. Namun, melalui
pasteurisasi bakteri yang berspora masih tahan hidup sehingga susu pasteurisasi
hanya memiliki masa kedaluwarsa sekitar satu minggu. Pasteurisasi tidak
mengubah komposisi susu sehingga komposisinya masih setara susu segar
(Jay1996).
b. Ultra
high temperature(UHT)
Susu UHT adalah susu yang diolah dengan cara
pemanasan melebihi proses pasteurisasi, umumnya mengacu pada kombinasi waktu
dan suhu tertentu dalam rangka memperoleh produk komersil yang steril.
Sterilisasi dilakukan pada pemanasan dengan temperatur 137-140°C selama 2-5
detik.
Susu yang melalui proses UHT akan memiliki masa
kedaluwarsa lebih panjang dibandingkan dengan susu pasteurisasi. Susu dengan
proses UHT akan steril karena bakteri pembusuk, patogen, dan berspora akan mati
sehingga susu aman dikonsumsi. Kasus keracunan setelah minum susu yang
disebabkan oleh S.aureus terjadi
karena kontaminasi selama penyimpanan maupun proses produksi.
c. Penggunaan
Bakteriosin
Penggunaan Bakteriosin merupakan anti mikroba yang
digunakan untuk menonaktifkan mikroba. Pengendalian bakteri patogen dapat
dilakukan dengan kombinasi antara bakteriosin yang dihasilkan bakteri asam
laktat dan suhu tinggi. Cara ini sudah diterapkan pada industri keju diSpanyol (Arques
et al.2005). Nisin dan bakteriosin merupakan Koloni S. aureus pada media BAP umur 24 jam (David 1999). Antimikroba yang
dihasilkan oleh Lacto coccus lactis
sub sp. Lactis yang dapat menekan B. cereus dalam susu. Nisin merupakan
antimikroba alami yang sudah lama digunakan untuk mengendalikan pembusuk dalam
proses pasteurisasi susu sehingga sel vegetatif dan spora B. cereus tidak aktif (Wandling et al.1999).
Berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) Susu Segar Nomor 01-3141-1998, syarat susu segar
antara lain adalah:
1. Tanda-tanda
organoleptik tidak berubah atau tidak menyingkir, berwarna putih kekuningan,
bau dan rasa khas susu sertakonsistensi normal
2. Kandungan
protein minimal 2,70% dan lemak minimal 3%, dan
3. Cemaran
mikroba maksimum 1 juta cfu/ml.
Pemeriksaan
Bakteriologis
1. Total
Plate Count(TPC)
SNI 01-6366-2000 mensyaratkan
peme-riksaan TPC perlu dilakukan untuk me-ngetahui kualitas susu. Jumlah TPC
>106 cfu/ml menyebabkan mikroba cepat berkembang dan toksin sudah terbentuk.
Susu akan cepat rusak apabila disimpan pada
suhu ruang lebih dari 5 jam, jarak antara peternak dan tempat pengumpul susu
jauh tanpa dilengkapi dengan sarana pendingin (Jayarao et al.2006). Sebagian industri
pengolahan susu akan menolak susu apabila jumlah TPC >106 cfu/ml. Pemeriksaan
TPC dapat dilakukan dengan metode hitungan cawan (AOAC 1996).
2. Coliform
Coliform
merupakan parameter sanitasi susu dan produk lainnya. Coliform termasuk bakteri yang dikeluarkan dari saluran pencernaan
hewan dan manusia. Pemeriksaan koliform dapat menggunakan metode Most Probe
Number (MPN) dan hitungan koloni dalam cawan.
3. Isolasi
dan Identifikasi
Isolasi dan identifikasi merupakan
metode konvensional dalam pemeriksaan bakteri yang didasarkan pada reaksi
biokimia. Oleh karena itu, dalam isolasi dan iden-tifikasi bakteri diperlukan
media yang selektif. Setelah dilakukan pewarnaan Gram dilanjutkan dengan uji
biokimia pada berbagai media seperti gula. Bakteri yang sudah diisolasi dan
diidentifikasi selan-jutnya diuji secara serologis untuk menentukan
serotipenya. Isolasi dan identifikasi untuk berbagai jenis bakteri dapat
mengikuti metode Cowan (1984).
4. Polymerase
Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction(PCR) merupakan
uji mikrobiologis yang lebih sensitif dibandingkan dengan metode konvensional.
Saat ini banyak pengem-bangan dari metode PCR, salah satunya adalah
MultiplexPCR. Metode ini dapat digunakan untuk mendeteksi S. Aureus dan
membedakan jenis enterotoksin (Tamarapau et al.2001; Jorgensen et al.2005).
Pengembangan PCR yang membe-rikan sensitivitas 93,30% dan mendeteksi S. Aureus 103
cfu/g adalah Real TimePCR (RTQ-PCR)(Alarcon et al. 2006). Teknik 3 Reaction
multiplexPCR lebih akurat, cepat, dan spesifik karena metode tersebut menggunakan
tiga primer sehingga dalam satu kali runningdapat mendeteksi tiga jenis bakteri
patogen sekaligus (Oscar et al.2009).
KASUS
Kasus
keracunan setelah minum susu di Indonesia sering dilaporkan, baik melalui media
cetak maupun media elektronik. Pada bulan September 2004 dan 293 siswa SD di
Kecamatan Sindangkarta Kabupaten Bandung yang mengalami mual-mual setelah
mengonsumsi susu dalam kemasan. Menurut Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan
(BPOM), kasus tersebut disebabkan oleh E.
coli dan, S. aureus (Kompas, 4
September 2004).
DAFTAR
PUSTAKA
·
Marlia, Singgih, Wibowo. Faktor yang
Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme.
·
Erni, Gustiani. 2009. Pengandalian
Cemaran Mikroba pada Bahan Pangan Asal Ternak (Daging dan Susu) Mulai
dari Peternakan sampai Dihidangkan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Barat
0 komentar:
Posting Komentar