A.
BAKTERI
PADA MAKANAN
Penyakit asal makanan
yang disebabkan oleh mikroorganisme dan disebarkan melalui makanan menurut dua
mekanisme berikut :
1. Mikroorganisme
yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit
asal makanan.
2. Mikroorganisme
mengeluarkan eksotoksin (produk toksik bakteri yang disintesis dan disekresikan
oleh bakteri hidup) dalam makanan dan menyebabkan keracunan makanan bagi yang
memakannya.
B.
BAKTERI
PENYEBAB KERACUNAN MAKANAN
1.
Salmonella sp (Salmonellosis)
Infeksi
oleh bakteri genus Salmonella yang
disebut Salmonellosis menyerang
saluran gastrointestinal yang mencangkup perut, usus halus, dan usus besar.
Setelah
mengonsumsi makanan yang tercemar dengan Salmonella
sp akan timbul rasa sakit perut yang mendadak dengan diare encer atau
berair, kadang-kadang dengan lendir atau darah. Seringkali mual dan muntah,
demam dengan suhu 38-39 derajat celcius umum terjadi. Gejala ini ada
hubungannya dengan endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella.
Beberapa
spesies Salmonella dapat menyebabkan
infeksi makanan. Termasuk di dalamnya adalah Salmonella enteritidisvar typhimurium
dan varietas-varietas lain serta Salmonella
choleraesuis. Bakteri ini adalah Gram negatif batang, memiliki flagel, dan
tidak membentuk spora. Dapat memfermentasi glukosa tetapi tidak memfermentasi
laktosa atau sukrosa.
EPIDEMIOLOGI
Terinfeksinya
manusia oleh Salmonella hampir selalu
disebabkan karena mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Makanan yang
biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus susu, daging cincang,
sosis unggas, dan telur. Walaupun penularan dari orang sakit dapat mencemari
makan dan minuman, sumber Salmonellosis merupakan
hewan tingkat rendah. Banyak spesies Salmonella
terdapat secara alamiah pada ayam, bebek, binatang pengerat, kucing,
anjing, kura-kura, dan banyak lagi hewan lainnya. Unggas peliharaan seringkali
menjadi sumber bagi infeksi pada manusia.
DIAGNOSIS
Diagnosis
laboratorium yang pasti bagi penyakit ini bergantung pada terisolasinya bakteri
penyebabnya dari feses. Bakteri ini harus sama dengan yang diisolasi dari
makanan yang dicurigai. Penggunaan media selektif seperti Mac Conkey merupakan prosedur rutin. Identifikasi mikrobanya
kemudian dilakukan dengan uji biokimia.
2.
Staphylococcus
Keracunan
makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh galur-galur
toksigenik. Staphylococcus adalah
organisme yang umumnya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia termasuk
hidung, tenggorokan, dan kulit. Oleh karena itu mudah untuk memasuki makanan.
Organisme ini dapat berasal dari orang yang mengolah makanan yang merupakan
penular atau yang menderita infeksi patogenik. Karena merupakan tipe peracunan
makanan yang paling umum, dan untungnya lamanya sakit hanya sebentar (8-48
jam).
Gejala
akan segera terlihat setelah mengonsumsi makanan yang tercemar. Jumlah
enterotoksin yang termakan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah
tidaknya infeksi tersebut. Pada umumnya akan terdapat gejala mual, pusing,
muntah, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam
ringan.dan diare muncul 2-6 jam setelah mengonsumsi makanan tercemar itu.
Pada
beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan
tekana darah.
Hanya
galur-galur tertentu dari Staphylococcus
aureus menghasilkan enterotoksin. Pada umumnya galur ini adalah koagulase
positif yaitu mempunyai kemampuan mengkoagulasi plasma darah yang diberi sitrat
atau oksalat. Enterotoksin yang dihasilkan panas, tidak berubah walau didihkan
selama 30 menit. Dibiarkannya makanan yang tercemar pada suhu kamar selama 8-10
jam, cukup untuk menghasilkan toksin dalam jumlah yang memadai untuk
menyebabkan keracunan pada makanan. Walaupun makanan ini disimpan selama
berbulan-bulan di almari es, toksinnya tidak akan termusnahkan. Jika dimasak
kembali, tidak akan mengurangi toksin tersebut.
EPIDEMIOLOGI
Manusia
merupakan sumber terpenting Staphylococcus
yang menghasilkan enterotoksin. Pada perjangkitan peracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya dapat
ditunjukkan bahwa galur Staphylococcus di dalam makanan yang tercemar itu sama dengan
yang ada pada tangan orang yang menangani
makanan tersebut. Makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus dengan baik merupakan
penyebab penyakit tersebut. Makanan yang pada umumnya ada kaitannya dengan
penyakit itu ialah kue-kue yang diisi saus dari telur dan susu, daging olahan
seperti ham dan lain-lain. Makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah
yang banyak, biasanya mempunyai penampilan bau dan rasa yang normal.
DIAGNOSA
Diagnosis
dapat diperkuat oleh hasil pemeriksaan laboratorium di bawah mikroskop dengan
ditemukannya Gram positif coccus dalam jumlah banyak pada preparat pengecatan
Gram yang disiapkan dari makanan yang dicurigai. Dapat juga dibuat biakan dari
makanan tersebut untuk melihat ada
tidaknya Staphylococcus. Metode untuk
menguji enterotoksin didasarkan pada reaksi serologis, seperti teknik difusi
gel dan antibodi fluoresens.
3.
Clostridium botulinum (Botulism)
Botulism adalah
penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri. Organisme
penyebabnya adalah Clostridium botulinum,
yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi
karena makan toksin Clostridium botulinum
yang terdapat dalam makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna
seperti yang dijumpai pada makanan kaleng. Gejala penyakit ini biasanya timbul
sekitar 12-48 jam setelah makan makanan yang tercemar. Gejala tersebut meliputi
kesulitan berbicara, biji mata melebar, pengelihatan ganda, mulut terasa
kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan.
Clostridium botulinum merupakan
Gram positif batang yang menghasilkan spora tahan panas. Sporanya membentuk
telur, letaknya sub terminal, dan sedikit membengkok sehingga memberikan bentuk
menggelembung pada sel. Clostridium
botulinum dapat bergerak dengan flagel peritrik dan tidak membentuk kapsul.
Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan F.
EPIDEMIOLOGI
Makanan
yang dikaitkan dengan Botulism biasanya
adalah makanan yang telah mengalami proses pengolahan untuk tujuan pengawetan
seperti pengalengan, pembuatan acar dan pengasapan.
DIAGNOSA
Cara utama untuk memperkuat diagnosis Botulism di laboratorium ialah
menunjukkan adanya toksin Clostridium
botulinumdalam serum atau feses penderita atau makanan yang dimakan.
Suntikan intraperitoneal akan mengakibatkan hewan mencit mati karena mencit
sangat peka dengan toksin tersebut.
4.
Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan
penyebab keracunan makanan. Penyakit ini disebabkan karena makanan yang
tercemari organisme tersebut dan dibiarkan pada temperatur yang menunjang
perkecambahan spora dan pertumbuhan vegetatif. Gejala keracunan dapat terjadi
sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif
bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan menghasilkan
enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul
berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat
berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat
berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
. Clostridium perfringens dibagi menjadi 6
tipe, tipe A sampai tipe F. Berdasarkan pada toksinnya yang secara antigenik
berbeda dengan yang dihasilkan setiap galur. Tipe A adalah galur yang
menyebabkan peracunan makanan oleh Clostridium
perfringens. Organisme ini berbentuk Gram positif batang membentuk spora
anaerobik. Peracunan makanan disebabkan oleh sel vegetatif pada waktu membentuk
spora si rongga usus.
DIAGNOSA
Hasil
pemeriksaan klinis dan epidemiologis akan ditunjang oleh diagnosis laboratorium
bila ditemukan sejumlah besar Clostridium
perfringens dalam biakan aerobik makanan yang tercemar. Berhasil
diisolasinya organisme yang sama dari makanan yang dicurigai dan dari feses
penderita merupakan bukti lain yang disimpan sebelum dikonsumsi.
5.
Vibrio parahemolyticus
Vibrio parahemolyticusadalah
suatu bakteri anaerobik fakultatif Gram negatif dan halofilik (suka garam).
Merupakan penyebab gastroenteritis akibat mengonsumsi makanan laut. Masa
inkubasi peracunan makanan ini adalah 2-48 jam. Gejala utamanya adalah sakit
perut, diare, mual, dan muntah. Seringkali disertai sedikit demam dan
kedinginan.
DIGNOSA
Diagnosis laboratoris
ditunjukkan terhadap isolasi Vibrio
parahemolyticus dari feses atau muntah penderita dari makanan yang
dicurigai. Pada umumnya cara pencegahan terbaik adalah penyimpanan makanan dalam
lemari es serta pemasakan makanan laut dengan semestinya.
6. Bacillus
cereus
Bacillus cereus merupakan
bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat
aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang
menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan
menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang
telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin
yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare
dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala
keracunan:
·
Bila seseorang mengalami keracunan yang
disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan
dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram,
diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
·
Bila seseorang mengalami keracunan yang
disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih
parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa
mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.
EPIDEMIOLOGI
Bakteri
penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk,
pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin
penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.
7.
Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan
mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini
tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan
bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul,
dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa.
Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat
patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC).
Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan
berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. Escherichia coli dapat
masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar,
misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran
fekal pada air dan pangan.
GEJALA
KERACUNAN
Gejala
penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa
kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi
berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.
C.
PENGENDALIAN
MIKROORGANISME DALAM BAHAN PANGAN
Sebagian bahan pangan akan segera
dirombak atau dirusak oleh mikroorganisme, kecuali bila diawetkan. Metode
modern pengawetan bahan makanan menggunakan proses konvensional yang sudah
diperbaiki, seperti pengasinan, pengeringan, dan pengasapan. Metode pengawetan
bahan pangan dapat dirangkum sebagai berikut :
1.
Penanganan
Aseptik
Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme
perusak tidak mencemari bahan makanan, dapat mengurangi kerusakan makanan,
memudahkan pengawetan makanan, dan memperkecil kemungkinan adanya bakteri
patogen. Pengepakan kemasan makanan, pengalengan makanan yang telah diolah, dan
pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan
makanan merupakan contoh penanganan aseptik.
2.
Penyingkiran
Mikroorganisme
Cairan yang dipaksa lewat dengan
tekaanan positif atau negatif melalui saringan “tipe bakteri” yang steril dapat
digunakan untuk menjernihkan zat alir serta menyingkirkan mikroorganisme.
3.
Suhu
Tinggi
Pemanfaatan suhu tinggi merupakan salah
satu metode pengawetan pangan yang paling aman dan paling diandalkan. Panas digunakan
secara luas untuk memusnahkan mikroorganisme yang ada dalam produk pangan dalam
kaleng, botol untuk membatasi masuknya mikroorganisme.
a. Pengalengan
Pengalengan merupakan
metode dasar bagi sterilisasi bahan makanan.
b. Uap
Bertekanan
uap bertekanan merupakan
metode pengawetan makanan yang paling efektif karena dapat mematikan semua sel
vegetatif dan spora. Pengawetan pangan dengan memanfaatkan panas membutuhkan
pengetahuan tentang banyak faktor terutama resistensi mikroorganisme dan spora
terhadap panas.
c. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan
istilah proses pemanasan setiap partikel susu atau bahan olahan dari susu sampai
suhu kira-kira 62,80Celcius dan mempertahankannya secara terus
menerus di atas suhu ini kira-kira 30 menit, atau sampai pada suhu kira-kira
71,70Celcius.
4.
Suhu
Rendah
Suhu 00 C atau lebih rendah
dapat menghambat pertumbuhan dan kegiatan metabolik mikroorganisme untuk jangka
waktu lama. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu ditingkatkan studi mengenai
mikroorganisme pada suhu rendah untuk dapat mengerti dengan lebih baik mengenai
kemampuannya bertahan hidup, pertumbuhan, serta kegiatan metaboliknya.
5.
Dehidrasi
Dehidrasi adalah peniadaan air. Proses
ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti misalnya sinar matahari,
pemanasan, atau penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi.
Dehidrasi dapat digunakan untuk
mengawetkan bahan makanan terutama untuk menghambat pertumbuhan,
mikroorganismenya sendiri tidak selalu terbunuh. Pertumbuhannya dapat dicegah
dengan cara mengurangi kelembapan lingkungannya sampai di bawah titik kritis.
6.
Bahan
Kimia
Secara hukum hanya beberapa zat kimia
yang boleh digunakan untuk pengawet makanan. Diantara yang paling efektif
adalah asam benzoat, sorbat, asetat, laktat, dan propionat.
7.
Radiasi
Sterilisasi dengan radiasi merupakan
suatu usaha pengawetan bahan makanan. Cara ini dapat membawa perubahan radikal
dalam metode industri untuk pengolahan pangan. Sinar ultraviolet telah
digunakan untuk mengurangi dan menginaktifkan mikroorganisme.
0 komentar:
Posting Komentar