Kenangan Masa Sma Slideshow: Vaccum’s trip from Surakarta (near Solo, Jawa, Indonesia) to 2 cities Yogyakarta and Semarang was created by TripAdvisor. See another Indonesia slideshow. Create your own stunning slideshow with our free photo slideshow maker.

Jumat, 24 Mei 2013

BAKTERIOLOGI MAKANAN

A.      BAKTERI PADA MAKANAN
Penyakit asal makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme dan disebarkan melalui makanan menurut dua mekanisme berikut :
1.    Mikroorganisme yang terdapat dalam makanan menginfeksi inang sehingga menyebabkan penyakit asal makanan.
2.    Mikroorganisme mengeluarkan eksotoksin (produk toksik bakteri yang disintesis dan disekresikan oleh bakteri hidup) dalam makanan dan menyebabkan keracunan makanan bagi yang memakannya.

B.     BAKTERI PENYEBAB KERACUNAN MAKANAN
1.    Salmonella sp (Salmonellosis)
Infeksi oleh bakteri genus Salmonella yang disebut Salmonellosis menyerang saluran gastrointestinal yang mencangkup perut, usus halus, dan usus besar.
Setelah mengonsumsi makanan yang tercemar dengan Salmonella sp akan timbul rasa sakit perut yang mendadak dengan diare encer atau berair, kadang-kadang dengan lendir atau darah. Seringkali mual dan muntah, demam dengan suhu 38-39 derajat celcius umum terjadi. Gejala ini ada hubungannya dengan endotoksin tahan panas yang dihasilkan oleh Salmonella.
Beberapa spesies Salmonella dapat menyebabkan infeksi makanan. Termasuk di dalamnya adalah Salmonella enteritidisvar typhimurium dan varietas-varietas lain serta Salmonella choleraesuis. Bakteri ini adalah Gram negatif batang, memiliki flagel, dan tidak membentuk spora. Dapat memfermentasi glukosa tetapi tidak memfermentasi laktosa atau sukrosa.
EPIDEMIOLOGI

Terinfeksinya manusia oleh Salmonella hampir selalu disebabkan karena mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Makanan yang biasanya tercemar meliputi kue-kue yang mengandung saus susu, daging cincang, sosis unggas, dan telur. Walaupun penularan dari orang sakit dapat mencemari makan dan minuman, sumber Salmonellosis merupakan hewan tingkat rendah. Banyak spesies Salmonella terdapat secara alamiah pada ayam, bebek, binatang pengerat, kucing, anjing, kura-kura, dan banyak lagi hewan lainnya. Unggas peliharaan seringkali menjadi sumber bagi infeksi pada manusia.
DIAGNOSIS
Diagnosis laboratorium yang pasti bagi penyakit ini bergantung pada terisolasinya bakteri penyebabnya dari feses. Bakteri ini harus sama dengan yang diisolasi dari makanan yang dicurigai. Penggunaan media selektif seperti Mac Conkey merupakan prosedur rutin. Identifikasi mikrobanya kemudian dilakukan dengan uji biokimia.

2.    Staphylococcus
Keracunan makanan yang umum terjadi karena termakannya toksin yang dihasilkan oleh galur-galur toksigenik. Staphylococcus adalah organisme yang umumnya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia termasuk hidung, tenggorokan, dan kulit. Oleh karena itu mudah untuk memasuki makanan. Organisme ini dapat berasal dari orang yang mengolah makanan yang merupakan penular atau yang menderita infeksi patogenik. Karena merupakan tipe peracunan makanan yang paling umum, dan untungnya lamanya sakit hanya sebentar (8-48 jam).
Gejala akan segera terlihat setelah mengonsumsi makanan yang tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah tidaknya infeksi tersebut. Pada umumnya akan terdapat gejala mual, pusing, muntah, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan.dan diare muncul 2-6 jam setelah mengonsumsi makanan tercemar itu. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekana darah.
Hanya galur-galur tertentu dari Staphylococcus aureus menghasilkan enterotoksin. Pada umumnya galur ini adalah koagulase positif yaitu mempunyai kemampuan mengkoagulasi plasma darah yang diberi sitrat atau oksalat. Enterotoksin yang dihasilkan panas, tidak berubah walau didihkan selama 30 menit. Dibiarkannya makanan yang tercemar pada suhu kamar selama 8-10 jam, cukup untuk menghasilkan toksin dalam jumlah yang memadai untuk menyebabkan keracunan pada makanan. Walaupun makanan ini disimpan selama berbulan-bulan di almari es, toksinnya tidak akan termusnahkan. Jika dimasak kembali, tidak akan mengurangi toksin tersebut.
EPIDEMIOLOGI
Manusia merupakan sumber terpenting Staphylococcus yang menghasilkan enterotoksin. Pada perjangkitan peracunan makanan oleh Staphylococcus biasanya dapat ditunjukkan bahwa galur Staphylococcus  di dalam makanan yang tercemar itu sama dengan yang ada pada tangan orang yang menangani  makanan tersebut. Makanan yang dapat menunjang pertumbuhan Staphylococcus dengan baik merupakan penyebab penyakit tersebut. Makanan yang pada umumnya ada kaitannya dengan penyakit itu ialah kue-kue yang diisi saus dari telur dan susu, daging olahan seperti ham dan lain-lain. Makanan yang mengandung enterotoksin dalam jumlah yang banyak, biasanya mempunyai penampilan bau dan rasa yang normal.
DIAGNOSA
Diagnosis dapat diperkuat oleh hasil pemeriksaan laboratorium di bawah mikroskop dengan ditemukannya Gram positif coccus dalam jumlah banyak pada preparat pengecatan Gram yang disiapkan dari makanan yang dicurigai. Dapat juga dibuat biakan dari makanan tersebut untuk  melihat ada tidaknya Staphylococcus. Metode untuk menguji enterotoksin didasarkan pada reaksi serologis, seperti teknik difusi gel dan antibodi fluoresens.

3.      Clostridium botulinum (Botulism)
Botulism adalah penyakit yang disebabkan oleh peracunan makanan oleh bakteri. Organisme penyebabnya adalah Clostridium botulinum, yang menghasilkan neurotoksin yang tidak tahan panas. Penyakit ini terjadi karena makan toksin Clostridium botulinum yang terdapat dalam makanan yang diawetkan dengan cara yang kurang sempurna seperti yang dijumpai pada makanan kaleng. Gejala penyakit ini biasanya timbul sekitar 12-48 jam setelah makan makanan yang tercemar. Gejala tersebut meliputi kesulitan berbicara, biji mata melebar, pengelihatan ganda, mulut terasa kering, mual, muntah, dan tidak dapat menelan.
Clostridium botulinum merupakan Gram positif batang yang menghasilkan spora tahan panas. Sporanya membentuk telur, letaknya sub terminal, dan sedikit membengkok sehingga memberikan bentuk menggelembung pada sel. Clostridium botulinum dapat bergerak dengan flagel peritrik dan tidak membentuk kapsul. Yang menyebabkan penyakit pada manusia adalah tipe A, B, E, dan F.
EPIDEMIOLOGI
Makanan yang dikaitkan dengan Botulism biasanya adalah makanan yang telah mengalami proses pengolahan untuk tujuan pengawetan seperti pengalengan, pembuatan acar dan pengasapan.
DIAGNOSA
     Cara utama untuk memperkuat diagnosis Botulism di laboratorium ialah menunjukkan adanya toksin Clostridium botulinumdalam serum atau feses penderita atau makanan yang dimakan. Suntikan intraperitoneal akan mengakibatkan hewan mencit mati karena mencit sangat peka dengan toksin tersebut.

4.      Clostridium perfringens
Clostridium perfringens merupakan penyebab keracunan makanan. Penyakit ini disebabkan karena makanan yang tercemari organisme tersebut dan dibiarkan pada temperatur yang menunjang perkecambahan spora dan pertumbuhan vegetatif. Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama pada anak-anak dan orang lanjut usia).
. Clostridium perfringens dibagi menjadi 6 tipe, tipe A sampai tipe F. Berdasarkan pada toksinnya yang secara antigenik berbeda dengan yang dihasilkan setiap galur. Tipe A adalah galur yang menyebabkan peracunan makanan oleh Clostridium perfringens. Organisme ini berbentuk Gram positif batang membentuk spora anaerobik. Peracunan makanan disebabkan oleh sel vegetatif pada waktu membentuk spora si rongga usus.
DIAGNOSA
Hasil pemeriksaan klinis dan epidemiologis akan ditunjang oleh diagnosis laboratorium bila ditemukan sejumlah besar Clostridium perfringens dalam biakan aerobik makanan yang tercemar. Berhasil diisolasinya organisme yang sama dari makanan yang dicurigai dan dari feses penderita merupakan bukti lain yang disimpan sebelum dikonsumsi.

5.      Vibrio parahemolyticus
Vibrio parahemolyticusadalah suatu bakteri anaerobik fakultatif Gram negatif dan halofilik (suka garam). Merupakan penyebab gastroenteritis akibat mengonsumsi makanan laut. Masa inkubasi peracunan makanan ini adalah 2-48 jam. Gejala utamanya adalah sakit perut, diare, mual, dan muntah. Seringkali disertai sedikit demam dan kedinginan.
DIGNOSA
Diagnosis laboratoris ditunjukkan terhadap isolasi Vibrio parahemolyticus dari feses atau muntah penderita dari makanan yang dicurigai. Pada umumnya cara pencegahan terbaik adalah penyimpanan makanan dalam lemari es serta pemasakan makanan laut dengan semestinya.
6.      Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut.
Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis).
Gejala keracunan:
·           Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan.
·           Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar.
EPIDEMIOLOGI
Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging.

7.      Escherichia coli
Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. Escherichia coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan.
GEJALA KERACUNAN
Gejala penyakit yang disebabkan oleh EHEC adalah kram perut, diare (pada beberapa kasus dapat timbul diare berdarah), demam, mual, dan muntah. Masa inkubasi berkisar 3-8 hari, sedangkan pada kasus sedang berkisar antara 3-4 hari.

C.    PENGENDALIAN MIKROORGANISME DALAM BAHAN PANGAN
Sebagian bahan pangan akan segera dirombak atau dirusak oleh mikroorganisme, kecuali bila diawetkan. Metode modern pengawetan bahan makanan menggunakan proses konvensional yang sudah diperbaiki, seperti pengasinan, pengeringan, dan pengasapan. Metode pengawetan bahan pangan dapat dirangkum sebagai berikut :
1.      Penanganan Aseptik
Usaha untuk menjaga agar mikroorganisme perusak tidak mencemari bahan makanan, dapat mengurangi kerusakan makanan, memudahkan pengawetan makanan, dan memperkecil kemungkinan adanya bakteri patogen. Pengepakan kemasan makanan, pengalengan makanan yang telah diolah, dan pelaksanaan metode yang memenuhi syarat kebersihan dalam menangani bahan makanan merupakan contoh penanganan aseptik.

2.      Penyingkiran Mikroorganisme
Cairan yang dipaksa lewat dengan tekaanan positif atau negatif melalui saringan “tipe bakteri” yang steril dapat digunakan untuk menjernihkan zat alir serta menyingkirkan mikroorganisme.
3.      Suhu Tinggi
Pemanfaatan suhu tinggi merupakan salah satu metode pengawetan pangan yang paling aman dan paling diandalkan. Panas digunakan secara luas untuk memusnahkan mikroorganisme yang ada dalam produk pangan dalam kaleng, botol untuk membatasi masuknya mikroorganisme.
a.       Pengalengan
Pengalengan merupakan metode dasar bagi sterilisasi bahan makanan.
b.      Uap Bertekanan
uap bertekanan merupakan metode pengawetan makanan yang paling efektif karena dapat mematikan semua sel vegetatif dan spora. Pengawetan pangan dengan memanfaatkan panas membutuhkan pengetahuan tentang banyak faktor terutama resistensi mikroorganisme dan spora terhadap panas.
c.       Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan istilah proses pemanasan setiap partikel susu atau bahan olahan dari susu sampai suhu kira-kira 62,80Celcius dan mempertahankannya secara terus menerus di atas suhu ini kira-kira 30 menit, atau sampai pada suhu kira-kira 71,70Celcius.
4.      Suhu Rendah
Suhu 00 C atau lebih rendah dapat menghambat pertumbuhan dan kegiatan metabolik mikroorganisme untuk jangka waktu lama. Sejalan dengan hal tersebut maka perlu ditingkatkan studi mengenai mikroorganisme pada suhu rendah untuk dapat mengerti dengan lebih baik mengenai kemampuannya bertahan hidup, pertumbuhan, serta kegiatan metaboliknya.
5.      Dehidrasi
Dehidrasi adalah peniadaan air. Proses ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti misalnya sinar matahari, pemanasan, atau penggunaan gula atau garam berkonsentrasi tinggi.
Dehidrasi dapat digunakan untuk mengawetkan bahan makanan terutama untuk menghambat pertumbuhan, mikroorganismenya sendiri tidak selalu terbunuh. Pertumbuhannya dapat dicegah dengan cara mengurangi kelembapan lingkungannya sampai di bawah titik kritis.
6.      Bahan Kimia
Secara hukum hanya beberapa zat kimia yang boleh digunakan untuk pengawet makanan. Diantara yang paling efektif adalah asam benzoat, sorbat, asetat, laktat, dan propionat.
7.      Radiasi

Sterilisasi dengan radiasi merupakan suatu usaha pengawetan bahan makanan. Cara ini dapat membawa perubahan radikal dalam metode industri untuk pengolahan pangan. Sinar ultraviolet telah digunakan untuk mengurangi dan menginaktifkan mikroorganisme.

0 komentar:

Posting Komentar